Gencatan Senjata Disepakati Damai, Perang Thailand-Kamboja Resmi Dihentikan!

BERITA22 Dilihat

Walhisleman – Dunia akhirnya bisa menarik napas lega setelah dua negara Asia Tenggara Thailand dan Kamboja mengumumkan kesepakatan gencatan senjata resmi pada Senin (28/07). Setelah lebih dari seminggu diwarnai baku tembak, ledakan mortir, dan ribuan warga sipil mengungsi, kedua negara akhirnya memilih diplomasi daripada kekerasan.

Deklarasi damai Gencatan Senjata ini terjadi usai pertemuan darurat yang dimediasi oleh ASEAN dan Indonesia di Jakarta, serta desakan internasional yang terus menguat dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Kilas Balik: Ketegangan Meletus di Kawasan Preah Vihear

Konflik terbaru bermula dari sengketa kawasan sekitar Kuil Preah Vihear, situs warisan dunia UNESCO yang menjadi simbol kebudayaan sekaligus medan pertikaian sejak dekade lalu. Pasukan militer kedua negara saling menuduh telah melanggar wilayah masing-masing. Dalam waktu singkat, ledakan dan tembakan senjata otomatis terdengar nyaring di sepanjang perbatasan Dângrêk.

Dampak Konflik dalam Angka:

  • 12 prajurit luka-luka
  • 3 tentara dikabarkan gugur
  • Lebih dari 2.300 warga sipil mengungsi
  • 5 sekolah dan 1 rumah sakit ditutup
  • Aktivitas perdagangan lintas batas lumpuh 100%

Media internasional menyebut konflik ini sebagai eskalasi terburuk sejak bentrokan 2011, saat puluhan orang tewas akibat perebutan area di sekitar candi kuno tersebut.

Pertemuan Rahasia dan Peran Kunci Indonesia

Meski ketegangan terlihat memuncak, diplomasi justru bergerak cepat di balik layar. Indonesia, selaku Ketua ASEAN 2025, bergerak aktif sebagai penengah. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menggelar serangkaian pembicaraan bilateral rahasia dengan delegasi Thailand dan Kamboja sejak Selasa (22/07).

Dalam pernyataannya, Menlu Retno menyampaikan:

“Kami percaya perdamaian bukan mimpi. ASEAN harus kembali ke jati dirinya sebagai kawasan damai dan stabil.”

Langkah Retno tak sendiri. Sekretaris Jenderal ASEAN, serta utusan khusus dari Vietnam dan Malaysia, turut mendorong terjadinya de-eskalasi cepat. Jakarta pun akhirnya menjadi tempat terjadinya “gentleman agreement” yang berujung pada gencatan senjata resmi.

Isi Lengkap Kesepakatan Gencatan Senjata

Dokumen bersama yang ditandatangani kedua negara mencakup 7 poin utama, yaitu:

  1. Penghentian total baku tembak dan segala bentuk aktivitas militer di radius 10 km dari garis konflik.
  2. Penarikan pasukan tempur berat, termasuk artileri dan tank lapis baja.
  3. Pembentukan Tim Pemantau ASEAN (ASEAN Monitoring Mission) yang bertugas selama 90 hari.
  4. Pembukaan akses kemanusiaan dan logistik untuk pengungsi dan warga terdampak.
  5. Pembicaraan teknis perbatasan yang dijadwalkan kembali dalam dua pekan.
  6. Deklarasi zona budaya aman di sekitar kawasan Preah Vihear.
  7. Komitmen bersama tidak menggunakan konflik ini untuk kepentingan politik dalam negeri.

Suara Dunia: Apresiasi dan Peringatan

Berbagai negara menyambut baik kesepakatan damai tersebut. Presiden Filipina menyebut langkah ini sebagai “kemenangan akal sehat di tengah bara konflik.” Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Jepang menyampaikan akan mendukung penuh langkah perdamaian jangka panjang, termasuk pendanaan pemulihan infrastruktur dan bantuan kemanusiaan.

Namun, PBB memberi catatan:

“Gencatan senjata hanya awal. Dunia akan mengamati apakah kedua pihak sungguh-sungguh menghormati janji mereka.”

Lembaga pemantau konflik internasional seperti Crisis Group dan International Alert pun mengingatkan, tanpa solusi permanen atas status wilayah Preah Vihear, konflik sewaktu-waktu bisa kembali meledak.

Tangisan Warga Berubah Jadi Harapan

Di kamp pengungsian Si Sa Ket (Thailand) dan Preah Vihear Province (Kamboja), kabar gencatan senjata disambut dengan isak haru dan doa. Anak-anak yang sebelumnya tidur dengan suara ledakan kini bisa kembali bermain di lapangan darurat yang dijaga relawan.

Sophon, warga Thailand, menyampaikan pada media lokal:

“Saya tidak ingin siapa pun mati karena garis imajiner di peta. Kami hanya ingin hidup normal.”

Chantha, seorang ibu dua anak di Kamboja, berkata:

“Saya ingin kembali ke rumah. Saya ingin bercocok tanam. Kami semua ingin damai, bukan politik.”

Apa Selanjutnya? Tantangan Pasca-Gencatan Senjata

Meskipun pertempuran berhenti, tantangan baru mulai muncul. Kedua negara kini harus menata ulang kepercayaan yang telah lama rusak.

Beberapa agenda penting ke depan:

  • Audit militer dan pemantauan rutin di perbatasan
  • Pemetaan ulang wilayah abu-abu yang selama ini memicu bentrokan
  • Dialog budaya dan ekonomi lintas warga sipil
  • Restorasi kawasan Preah Vihear sebagai zona pariwisata damai ASEAN

Tak kalah penting adalah penegakan narasi damai di media nasional masing-masing. Selama ini, pemberitaan bias dan nasionalistik turut menyulut api konflik. Kini saatnya media dari kedua negara menjadi agen pendamai, bukan pemecah.

Langkah Kecil Menuju Perdamaian Besar

Gencatan senjata ini bukan akhir, tapi babak baru yang menjanjikan. Dunia menaruh harapan pada Thailand dan Kamboja untuk menunjukkan bahwa konflik bersejarah bisa diselesaikan tanpa darah, tanpa peluru, tanpa pengungsian.

Bila kedua negara berhasil memelihara kesepakatan ini, maka Preah Vihear tak lagi jadi simbol sengketa, melainkan lambang persatuan lintas perbatasan tempat dua bangsa belajar menyatu dalam damai, bukan perang.