Anak Kehutanan yang Meraih Kursi Tertinggi
Nama Dicky Yuana Rady mungkin tidak familiar bagi masyarakat umum sebelum kasus ini mencuat. Namun, di dunia kehutanan dan BUMN, ia bukan orang sembarangan. Lahir di Bandung pada 13 Maret 1967, Dicky menghabiskan masa mudanya dengan fokus pada dunia kehutanan.
Lulus dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada 1993, ia menapaki karier dari bawah. Bekerja di berbagai divisi strategis, Dicky dikenal punya pemahaman teknis dan administratif dalam mengelola sumber daya hutan. Reputasinya mengantarkannya ke jabatan bergengsi: Direktur Utama PT Inhutani V, perusahaan milik negara yang berada di bawah naungan Perhutani, pada 26 Maret 2021.
Inhutani V sendiri adalah pemain penting di sektor kehutanan, mengelola ratusan ribu hektare lahan, termasuk wilayah-wilayah bernilai ekonomi tinggi di Jawa, Sumatera, hingga Kalimantan. Dari jasa reklamasi tambang, produksi hasil hutan non-kayu, hingga pengelolaan wisata alam semuanya menjadi bagian portofolio perusahaan ini.
Hari yang Mengubah Segalanya
Tanggal 13 Agustus 2025 menjadi titik balik hidup Dicky Yuana Rady. Siang itu, publik dikejutkan oleh kabar Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di beberapa titik strategis Jabodetabek.

Salah satu lokasi yang menjadi sasaran adalah kantor pusat PT Inhutani V. Di sanalah, KPK mengamankan Dicky Yuana Rady bersama sejumlah orang, termasuk dua pihak swasta yang belakangan diketahui bernama Djunaidi, Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng, dan Aditya, staf perizinan dari SB Group.
Suasana kantor yang biasanya tenang mendadak berubah. Pegawai yang menyaksikan penggeledahan tak kuasa menyembunyikan keterkejutan. Sore itu juga, Dicky Yuana Rady dibawa untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Barang Bukti yang Membuka Mata
KPK tidak hanya membawa para tersangka. Mereka juga menunjukkan barang bukti yang membuat publik terhenyak. Uang tunai dalam jumlah besar ditemukan total sekitar Rp 2,4 miliar, terdiri dari mata uang rupiah dan dolar Singapura setara SGD 189.000, plus Rp 8,5 juta dalam bentuk rupiah.
Seolah belum cukup, aparat juga mengamankan mobil mewah Jeep Rubicon yang diduga milik Dicky Yuana Rady, serta Mitsubishi Pajero yang terkait dengan salah satu pemberi suap. Kedua kendaraan ini menjadi simbol kontras: di satu sisi, hutan yang seharusnya dijaga untuk kepentingan rakyat; di sisi lain, kemewahan pribadi yang diduga dibangun dari praktik gelap.
Skema Dugaan Suap: Dari Lahan Hutan hingga Dokumen Manipulatif
Dari hasil penyelidikan awal, terungkap dugaan bahwa suap ini berkaitan dengan kerja sama pengelolaan lahan hutan di Lampung seluas 56.547 hektare. Lahan tersebut dikelola PT Inhutani V bersama PT PML.
Masalah bermula dari tunggakan pembayaran reboisasi dan pajak yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Mahkamah Agung sudah memutuskan PT PML wajib membayar ganti rugi, tetapi bukannya patuh, justru muncul dugaan pendekatan “jalan pintas” melalui pemberian uang kepada pimpinan Inhutani V.
Dalam skema yang disorot KPK, Dicky Yuana Rady diduga memuluskan perpanjangan kerja sama, mengubah rencana kerja tahunan, hingga menandatangani dokumen yang memanipulasi laporan keuangan. Semua itu, jika terbukti, adalah pelanggaran berat terhadap etika dan hukum.
Kronologi Penangkapan dan Penahanan
Tanggal | Peristiwa Utama |
---|---|
13 Agustus 2025 | OTT dilakukan di kantor pusat Inhutani V dan beberapa titik Jabodetabek. |
14 Agustus 2025 | KPK menetapkan Dicky Yuana Rady dan dua pihak swasta sebagai tersangka. |
14 Agustus – 1 Sept | Penahanan tahap pertama selama 20 hari untuk pendalaman kasus. |
Bukti Disita | Uang tunai Rp 2,4 miliar, Rubicon, Pajero, serta dokumen kerja sama perusahaan. |
Guncangan di Tubuh BUMN Kehutanan
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi citra BUMN di sektor kehutanan. Inhutani V, yang selama ini membangun narasi sebagai pengelola sumber daya hutan berkelanjutan, mendadak disorot karena ulah pimpinannya.
Pegiat lingkungan dan aktivis anti-korupsi memanfaatkan momentum ini untuk mendesak reformasi total dalam pengelolaan hutan negara. Mereka menilai, jika pimpinan puncak bisa disuap, maka integritas program konservasi dan keberlanjutan menjadi rapuh.

Masyarakat luas pun ikut mempertanyakan efektivitas pengawasan internal di BUMN—sebuah pertanyaan yang semakin relevan di tengah maraknya kasus korupsi sektor publik.
Respon Keras Publik dan Pemerintah
Di media sosial, nama Dicky Yuana Rady mendadak viral. Tagar-tagar seperti #OTTInhutani dan #HutanBukanUang ramai digunakan. Banyak warganet yang mengungkapkan kemarahan dan kekecewaan, terutama karena sektor kehutanan menyangkut hajat hidup banyak orang dan kelestarian lingkungan.
Pihak pemerintah, melalui Kementerian BUMN, menyatakan akan menghormati proses hukum sekaligus melakukan evaluasi internal. Sementara itu, KPK menegaskan penyidikan tidak berhenti pada tiga tersangka ini saja.
Mengapa Kasus Ini Jadi Titik Kritis?
Kasus ini bukan hanya tentang satu orang atau satu perusahaan. Ia adalah cermin dari betapa rentannya sektor strategis negara terhadap praktik suap dan kolusi. Hutan adalah aset bangsa yang seharusnya dijaga dengan ketat, namun dalam kasus ini, diduga malah dijadikan komoditas tawar-menawar.
Jika kasus ini dibiarkan tanpa pembenahan sistem, risiko kerusakan hutan dan kerugian negara akan semakin besar. Di sinilah OTT KPK menjadi momentum penting: membersihkan sektor kehutanan dari permainan kotor.

Antara Kejatuhan dan Pelajaran Besar
Dicky Yuana Rady kini menunggu proses peradilan yang akan menentukan masa depannya. Dari kursi tertinggi di Inhutani V, ia kini duduk di kursi tersangka KPK. Perjalanan karier yang panjang berubah drastis hanya dalam hitungan jam.
Bagi publik, ini menjadi pengingat bahwa jabatan adalah amanah, bukan alat memperkaya diri. Bagi sektor kehutanan, ini adalah panggilan untuk memperbaiki tata kelola, memperkuat transparansi, dan memastikan tidak ada lagi “jalan belakang” dalam pengelolaan hutan negara.
Apakah kasus ini akan menjadi titik balik menuju BUMN yang lebih bersih? Ataukah hanya menambah daftar panjang drama hukum di negeri ini? Waktu yang akan menjawab, dan kita semua punya peran untuk terus mengawalnya.